Gubernur NTB
Saat melakukakan Kunjungan Paska Kerusuhan
Saat melakukakan Kunjungan Paska Kerusuhan
"Massa kecewa karena polisi tidak profesional. Menuntut polisi mengungkap kematian mahasiswa Universitas Sumbawa." Harus dilakukan pembenahan menyeluruh terhadap Polres Sumbawa karena gagal mencegah berulangnya kerusuhan dengan pemicu yang mirip, yaitu kemarahan atas perilaku aparat keamanan. Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, dengan berulangnya kejadian yang sama, pembenahan tidak cukup sebatas mencopot pimpinan kepolisian setempat. “Mestinya dengan kejadian tahun 2003, aparat kepolisian Sumbawa belajar, massa gampang terpancing emosi dan melakukan tindakan anarkis yang dipicu kekecewaan atas ketidakprofesionalan kepolisian dalam menjalankan tugas,” kata Bonar. Kerusuhan Selasa (22/1) dipicu aksi ratusan mahasiswa dan kelurga korban yang mendatangi kantor Polres Sumbawa. Mereka diikuti massa yang menuntut agar polisi mengungkap penyebab kematian Ariati, mahasiswi Universitas Sumbawa, yang juga pegawai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Massa merasa janggal atas penjelasan Polres. Apalagi, menurut versi keluarga korban, terjadi penganiayaan terhadap Ariati. Mereka menduga Ariati dibunuh oleh Briptu I Gede Eka Suarjana, anggota Polres Sumbawa. Namun, polisi bersikeras bahwa korban meninggal karena kecelakaan. Massa makin marah ketika beredar isu terjadi pemerkosaan terhadap korban. Massa melampiaskan kemarahan dengan membakar dan menjarah fasilitas dan properti kelompok tertentu. Empat sarana peribadatan juga dirusak. Bonar Tigor Naipospos mendesak Mabes Polri mengungkap kasus ini dan memproses hukum pelaku. Jika ditemukan aparat Polres Sumbawa merekayasa kasus atau menutupi tindakan pidana terduga pelaku. "Pada pelaku anarkisme, hukum juga harus ditegaklkan," katanya.